Thursday, June 21, 2007

Rintik Hujan Putusputus di Senarai Siang

apa yang kau ucap pada rintik hujan putusputus bila terdengar di senarai siang
padahal ia janji akan berhenti, jika pelangi ingin menyucikan diri
masih ada kabut legam
berarak ikuti jejak detak
penghujung hari, penujum malam
tatkala pagi buta bertingkah lugu
atau pekat merakit bisu
rintik hujan serupa berlian dari tepi jendela
bening
berkilau
membuatku berkaca
bukan pada kaca yang semakin dusta

kau berkata,
aku sakit ?
tidak sayang,
aku mati !

Menteng, 20 Juni 2007
-indah-

Thursday, June 7, 2007

Lelaki di Lorong Sunyi



aku melihatmu ketika bisu menelan ragu.
waktu, diam. lesu merunduk kelam.
di lorong buntu abuabu, ada dua tiket,
yang kau bawa sampai mati.

Menteng, 7 Juni 2007
-indah-

Monday, June 4, 2007

L I L I N M E I


: Olin Monteiro

pagi sembab, Mei sedu sedan. o, kau disana menghayati tiap derai dengan 36 lilin beku terhampar. o, kau disana menantang hari yang semakin gamang. dan kau masih disana dengan pena biru melukis Mei muram.
lalu ku coba susun 36 lilin diatas gurat wajah jalan. ada garis tegas menjalar, menjadi anak jalan putus-putus, bercabang. disana terganjal sederet nama dan peristiwa : sebagian membatu, sebagian dikikis angin waktu, sebagian kau rangkai diatas pot warna-warni, manis sekali.
36 lilin ku bakar sedapatnya – angin pancaroba membuat segalanya serba susah - hingga persahabatan hangat terasa.
aku berkata :
”malam pasti datang, tapi ini hari masih pagi. lukisan muram belum kau selesaikan, Mei sungguhlah pucat, menahan perih luka-luka”
kau berhenti sejenak, menaruh pena, lalu mengambil sejumput kapas
sambil berujar lugas :
”Mei harus sembuh total !”


Menteng, 28 Mei 2007
-indah survyana-

Dua Siluet Megapolitan


dua siluet bercengkrama akan telanjangi malam. malam-malam bimbang berselimut kamuflase gemerlap metropolitan. sinar masih berupa lampu taman, genit, menggerahkan. jangan kau bayangkan bulan-bintang ikut berserak, manusia metro terbiasa ketiadaannya sebab kamuflase menggelegar sangat
menyibukkan.
dua siluet telanjang dibawah fatamorgana metropolitan. hentak detak dentum eforia musik malam, memecah pasang sunyi yang datang bertubi-tubi menghinggapi sela hati warga kota mati. malam panjang, pejalang malam, berpesta, bangun dinding mimpi yang tak sempat tercicipi setelah hari-hari sesak berpeluh isak oleh kebuntuan tanya
keadilan.
(Kubiarkan lagumu menjadi soundtrack malam ini hingga beberapa malam berikutnya)
dua siluet melaju kelam, tanya-mencari ujung dunia. segala sepi, sayu -setengah jiwaku tertinggal di sudut kota tua, sementara lainnya kau ambang dibawa angin pancaroba- tersamar. Tubuh tanpa jiwa bertutur payah :
”selingkuh itu indah, tu(h)an ?”

Depok, 19-21 Mei 2007

- indah survyana -

Saat Menantimu di Bandara

:mbak mega vristian (aktivis buruh migran, hongkong)

senja muram turun mengerjap

beranda
bandara
sesak perkara


langkah
bisu
terawang hampa


ada yang kembali
: peluh diisak sunyi


Menteng, 16 May 2007
- indah survyana -

Cuma Sepi

mimpi tak berpenghuni
abu-abu di bibir waktu
saat sela mengucap merdeka
hanya sepi di samping pujangga

menteng, 10 may 2007

-indah-

-----------------------------
Dimuat di Bali Post,
tanggal 5 Agustus 2007

Membunuh Sepi

jatuhlah angan di dinding sembab
membuka tabir nelangsa jiwa
bila langit menyepuh pedih
hanya beku bertutur mati
maka matilah imaji hati
sepi : nafas mimpi yang kau hirup sampai mati
maka matilah mimpi sunyi
kemerdekaanmu : kematian imaji sepi


menteng, 14 mei 2007
-indah-

Kupu-kupu Revolusi


kupu-kupu elok
berputar telanjangi malam
dunia tersentak,
merdeka di ujung tandu !

Menteng, 15 mei 2007
(terinspirasi dari :In The Time of The Butterflies)
- indah survyana -

-----------------------
Dimuat di koran Seputar Indonesia (Sindo)
tanggal 12 Agustus 2007

dan
Bali Post, tanggal 5 Agustus 2007

Jakarta La Nuit

:fa

malam hingar,
bertabur roda pejalang
bulan serupa lampu jalanan
Artemis enggan berputar
bintang mogok bersinar

apa yang terjadi ?
siapa yang peduli !

malam tetaplah bimbang
riuh, lepas
suara-suara sumbang
pengamen
kecil
di simpang jalan

(ingin pulang : belajar terbang)

Menteng, 9 May 2007
-indah-

Metafora Jati Diri

:Lelaki di Persimpangan

kau angin,
berhembuslah menantang angan
sibak kelam yang membelenggu malam
hingga awan mengundang hujan
malam tak lagi mencekam


kau sepi,
bersandarlah pada bumi
tanam sunyi di pekarangan hati
hingga sajak tumbuh magis
petiklah, jangan menangis


kau sendiri,
berteriaklah lepas tanpa henti
seperti serigala di puncak tebing
melolong pada pelangi dibawah purnama


kau adalah kau
angin, sepi, sendiri
kau adalah kau,
metafora jati diri


menteng, 4 may 2007
-indah-

P U L A N G

/1/ Putus Asa

terhempas di bibir waktu
sekelebat kabut ungu menari di mata perisai legam
yang baru saja hangus terbakar


jalannya buta !

lalu tanya berhenti bermakna
dan galau ingin runtuh
bunga rampai menolak bercerita
tentang luka-luka di lembar nasibnya

kabut ungu berarak perlahan
menutup pandang bawah sadar

dia mati rasa !

siluet sajak tiba di kelopak jiwa
ia lirih menyapa, hingga terdengar seperti desau anggin berbisik mesra

”Cukup, peluhmu menyayatku.”
”Mari kerumahku"
”Bangun galaumu di selatan rumahku.”

----------“Aku tak bisa !”
“Galauku teramat rapuh”

”Berhentilah mengeluh ...”
” Sajak akan menghantarmu”
”Disana, berteriaklah lalu menangis sepuasnya”
”Seperti pandora
[1] yang membuka kotak hidup dunia ......”

Dia melangkah tertatih
Lalu hilang
Di balik kabut ungu
H e n i n g....................

/2/ Di Ambang Pintu

(Sajak mengalun, menuntun kakinya, pada sebuah rumah ungu.
Ia mengetuknya pelan )

”siapa ?”
-”aku”
”galaumu runtuh ?”
-”hingga tak bisa hidup”
”masuklah ke rumah”
-”dimana ?”
”di luar pintu”
-” bukankah ini rumah ?”
“rumah hanya sekedar peristiwa
[2], tersekat dogma dan paradigma”
” ayo, masuklah”
-”kemana ?”
”labirin jiwa”


/3/ Labirin jiwa
(sedang di selesaikan)

Catatan Kaki:
[1] Pandora adalah manusia perempuan pertama yang diciptakan dewa-dewi dalam mitologi yunani
[2] diambil dari sajak Sitor Situmorang “ Ku Ketuk Pintu Tao”

Puisi Sepi

: fa

siapa yang mengirim rindu sepagi ini ?
hingga matahari beranjak sunyi
dari rahim hati seorang putri
lahir sebait puisi sepi

Menteng, 27 April 2007
-indah-

-Tanpa Judul-

malam merakit pekat. Hitam. hanya itu yang kudapat. namun tiba-tiba ada setitik sinar. ia jatuh dari langit lalu menari di tepi ranjang. sinar yang lelah ...
”dari mana ?”
”dari sana ”
”perjalanan jauh, ya ?”
”1000 mil dihantar angin sunyi”
setiap malam selalu berulang. Sinar jatuh, merangkak ke ranjang. mengecup mata malam lalu menarik selimut panjang. ketika mata terkatup damai. ia tidak pergi, justru mengendap masuk ke alam mimpi.
esok pagi terkadang Ia datang kembali. memberi secangkir canda pagi. temaniku menelan sepi. kemudian sepi mati tanpa usia harus terhenti.
begitulah Ia mewarnai hari. gemerlap seluruh hati hingga ku tak tahu lagi, bagaimana membuat puisi?

Depok, 22 April 2007
-indah-

ZAMAN

zaman edan
berteriak hingar
"que sera-sera"


relativitas
probabilitas ganda
mitos adalah kitab budaya


dan
peradaban dibawah sadar
adalah peradaban tanpa kemanusiaan ....

(makhluk sunyi,
bersembunyi dibawah ketiak malam,
penonton setia teaterikal zaman)

Menteng, 3 april 2007
-indah-

SEPI

petang terhirup sepi
kubuka pintu waktu,

(bulir-bulir salju mendesak)

kau berkata :
tutup Pintu !
waktu membuatmu membeku !
berbaringlah bersamaku

perapian menunggu
sebait sajak terbakar sudah


ada hangat mengerjap, berulang
sederhana ....

( sajak membatu,
aku luruh jadi abu )

Menteng, 2 April 2007
-indah-


Petang


ada yang ingin disampaikan angin
dalam desirnya yang dingin
mengajak semua bergerak bersama
makna dibalik irama
bias, lepas, berhamburan
menjadi partikel-partikel tak kasat mata
tarian resah cabik hening
seekor kupu-kupu hitam hinggap di beranda kayu
tergoda tarian angin,
ikut terbang menuju titik dini purnama
awan hitam, mendekat serampangan
setubuhi senja hingga pucat
senja mendesah sejenak, menangis tanpa air mata
tinggallah pengap nyaris berteriak !

(aku menyambut alam dengan asa mengambang.
satu pijar sinar hanya lampu taman di tepi kolam )

Cibogo, 26 Maret 2007
-indah-

Akhir Puisi Sempurna

puisi Sempurna
terhunus pedang temaram
di ujung gang pelacuran
terkapar
roh melayang
puisi mati penasaran

Cibogo, 26 Maret 2007
-indah-

Romeo & Juliet


adakah yang diam ?

sebait tipu hayal

menggiring Ia
menegak ramuan puisi janggal

Juliet terkapar
tanpa tahu
Romeo ingkar

Menteng, 30 Maret 2007
-indah-

SEPI

sepi, bagaimana melukiskan kau ?
kau udara,
hadir di setiap nafas waktu
hingga usia terhenti,
kau mati
aku abadi tanpa sepi...


Salemba, 21 Maret 2007
-indah-

(t)RI(s)AK(ti) HAMB(e)AR(at)

themis pergi ke pasar
menawar obat bagi luka berhimpitan
zeus mengetuk palu kehormatan
riak hambar mengalir di persidangan …..

Menteng, 14 Maret 2007
-indah-

Senja di Jakarta

apa yang dijanjikan senja untuk Jakarta ?
membiarkan warganya tua dijalan,
berangkulan asap, debu dan tangisan,
atau bergelimang lampu penasaran ?


(sayup-sayup azan berbisik mesra,
aku, pendo(s)a masih berkeliaran)


Menteng, 13 maret 2007
-indah-

Daun Kering Di Titik Api *

tarian angin, galau, gemulai
menghempas dedaunan kering, terabai
matahari
penuh
mendekap bumi
panas …
lambat, pijar titik-titik api
seperti neraka, kita disana !
entah,
adakah tawa tersisa ?

Satu generasi berharap hujan hapus luka

Menteng, 13 Maret 2007
-indah-
Catatan Kaki :
* Judul diatas dimbil dari judul pertunjukkan teater tanggal 13-14 Maret di Gedung Kesian Jakarta (GKJ) Pertunjukkan ini merupakan hasil kolaborasi UKM Bidang Seni Universitas Indonesia yang terdiri dari Liga Tari, Teater UI, Marching Band, Orkestra Simfoni dan Paduan Suara. Sampai detik ini saya masih terpesona pada Tarian Angin dan Dramatisasi Puisi Sutardji (Tanah Air Mata) yang disajikan semalam dengan luar biasa. Bravo UKM Seni UI !

RINDU

Malam mengadu rindu
Kekal, menjelma kelambu
Tak satu kata beradu padu
Pada kotak merah jambu

Aduhai cintaku diujung tandu
Dibawa angin musim haru
Pada sabit berjengger buludru
Dibawah, aku mengadu rindu

Nama terus bergema
Entah mengapa
Entah menyapa
Entah dimana

Kususuri tapak waktu lalu
Hitung pasir yang berderas jatuh
Diwaktu lalu
hingga ku merindu

Tak jua nama henti bergema
Hasrat ikuti gema nama
Dalam seribu tanya
Sedang apa kau disana ?

Kecut hati amatlah dungu
Tatkala suara tak dapat melagu
Kecut hati sisir nama itu
Pada kertas kaca seribu jendela
Sayangnya, kau tak pernah ada

Tinggalah sendiri, aku
Terus mengadu rindu
Hingga berharap pada bintang jatuh
Kian kutunggu tak pernah jatuh

Rindu dimalam itu, Rindu lirih melagu

Depok, 2007
-indah-

L E V I N A

Levina,
Namamu cantik, takdirmu pahit
Mandi air mata kau rupanya
Setelah kemarin kusam, terbakar
Kini kau menyelam


Tangis, luka, terus meraja
Melepas engkau, para kesatria
Disana, mendekap Levina

Menteng, 26 Februari 2007
-indah-